Sabtu, 06 November 2010

Inflamasi (Radang)


Definisi
Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu (Dorland, 2002).
Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi ini disebut radang (Rukmono, 1973).
Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti oleh radang adalah kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb.), suhu (panas atau dingin), berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zat-zat kimia, dan lain-lain. Cedera radang yang ditimbulkan oleh berbagai agen ini menunjukkan proses yang mempunyai pokok-pokok yang sama, yaitu terjadi cedera jaringan berupa degenerasi (kemunduran) atau nekrosis (kematian) jaringan, pelebaran kapiler yang disertai oleh cedera dinding kapiler, terkumpulnya cairan dan sel (cairan plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada tempat radang yang disertai oleh proliferasi sel jaringan makrofag dan fibroblas, terjadinya proses fagositosis, dan terjadinya perubahan-perubahan imunologik (Rukmono, 1973).
Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan, kenaikan permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah besar ke dalam ruang interstisial, pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan, dan pembengkakan sel jaringan. Beberapa produk jaringan yang menimbulkan reaksi ini adalah histamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam produk reaksi sistem komplemen, produk reaksi sistem pembekuan darah, dan berbagai substansi hormonal yang disebut limfokin yang dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi (Guyton & Hall, 1997).

Tanda-tanda radang (makroskopis)
Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau. Tanda-tanda radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang utama. Tanda-tanda radang ini masih digunakan hingga saat ini. Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa (perubahan fungsi) (Abrams, 1995; Rukmono, 1973; Mitchell & Cotran, 2003).
Umumnya, rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat (hiperemi aktif). Sebab darah yang memiliki suhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak daripada ke daerah normal (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang (Abrams, 1995; Rukmono, 1973). Sebenarnya rasa sakit ini mendahului suatu proses radang. Hal ini mungkin karena terbentuknya suatu zat oleh sel mast. Zat ini berguna untuk meningkatkan premeabilitas dinding pembuluh darah.
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat meradang (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland, 2002). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang (Abrams, 1995). Fungtio laesa dapat berarti berkurangnya fungsi karena adanya rasa sakit akibat saraf yang terangsang sehingga bagian organ tubuh tidak berfungsi. Penyebab lain penurunan fungsi tubuh adalah edema.
Tanda utama radang ini disebut cardinal symptom dan disebabkan oleh perubahan pembuluh darah. Radang merupakan proses yang kompleks, menyebabkan  terjadinya perubahan di dalam jaringan tubuh. Proses tersebut antara lain :
1.      Proses penghancuran rangsang yang biasanya disertai dengan kerusakan jaringan
2.      Proses perbaikan jaringan yang rusak.
Klasifikasi Radang
a.      Menurut Faktor Klinis atau Lamanya Radang
1.      Radang akut
Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang didesainuntuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam proses radang akut, yaitu perubahan penampang dan struktural dari pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit. Perubahan penampang pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran darah dan terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah mikro akan memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera (Mitchell & Cotran, 2003).
Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin didahului oleh vasokonstriksi singkat. Sfingter prakapiler membuka dengan akibat aliran darah dalam kapiler yang telah berfungsi meningkat dan juga dibukanya anyaman kapiler yang sebelumnya inaktif. Akibatnya anyaman venular pasca kapiler melebar dan diisi darah yang mengalir deras. Dengan demikian, mikrovaskular pada lokasi jejas melebar dan berisi darah terbendung. Kecuali pada jejas yang sangat ringan, bertambahnya aliran darah (hiperemia) pada tahap awal akan disusul oleh perlambatan aliran darah, perubahan tekanan intravaskular dan perubahan pada orientasi unsur-unsur berbentuk darah terhadap dinding pembuluhnya. Perubahan pembuluh darah dilihat dari segi waktu, sedikit banyak tergantung dari parahnya jejas. Dilatasi arteriol timbul dalam beberapa menit setelah jejas. Perlambatan dan bendungan tampak setelah 10-30 menit (Robbins & Kumar, 1995).
Peningkatan permeabilitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma dan sel-sel darah putih ke dalam jaringan disebut eksudasi dan merupakan gambaran utama reaksi radang akut. Vaskulatur-mikro pada dasarnya terdiri dari saluran-saluran yang berkesinambungan berlapis endotel yang bercabang-cabang dan mengadakan anastomosis. Sel endotel dilapisi oleh selaput basalis yang berkesinambungan (Robbins & Kumar, 1995).
Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan keluar ke dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini berakibat meningkatnya konsentrasi protein plasma dan menyebabkan tekanan osmotik koloid bertambah besar, dengan menarik kembali cairan pada pangkal kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit cairan dalam jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran limfatik. Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan sampai berat jenis 10.000 dalton (Robbins & Kumar, 1995).
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di atas 1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih yang melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat peningkatan permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular sebagai akibat aliran darah lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya (Robbins & Kumar, 1995).
Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi jejas, merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu memfagosit bahan yang bersifat asing, termasuk bakteri dan debris sel-sel nekrosis, dan enzim lisosom yang terdapat di dalamnya membantu pertahanan tubuh dengan beberapa cara. Beberapa produk sel darah putih merupakan penggerak reaksi radang, dan pada hal-hal tertentu menimbulkan kerusakan jaringan yang berarti (Robbins & Kumar, 1995).
Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan sel-sel darah merah menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih besar daripada leukosit sendiri. Menurut hukum fisika aliran, massa sel darah merah akan terdapat di bagian tengah dalam aliran aksial, dan sel-sel darah putih pindah ke bagian tepi (marginasi). Mula-mula sel darah putih bergerak dan menggulung pelan-pelan sepanjang permukaan endotel pada aliran yang tersendat tetapi kemudian sel-sel tersebut akan melekat dan melapisi permukaan endotel (Robbins & Kumar, 1995).
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari pembuluh darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel endotel. Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi leukosit, tetapi leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar-sel endotel yang tampak tertutup tanpa perubahan nyata (Robbins & Kumar, 1995).
Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah utama lokasi jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh kimia yang dapat berdifusi disebut kemotaksis. Hampir semua jenis sel darah putih dipengaruhi oleh faktor-faktor kemotaksis dalam derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap rangsang kemotaksis. Sebaliknya limfosit bereaksi lemah. Beberapa faktor kemotaksis dapat mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang lainnya bekerja secara selektif terhadap beberapa jenis sel darah putih. Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen berasal dari protein plasma atau eksogen, misalnya produk bakteri (Robbins & Kumar, 1995).
Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis. Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada partikel dan bakteri tanpa didahului oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi fagositosis akan sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin, yang terdapat dalam serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi melekat pada permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi partikel, berdampak pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini terletak pada vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut fagosom. Meskipun pada waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granula-granula sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke dalamnya, suatu proses yang disebut degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme yang telah mengalami pelahapan mudah dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada kematian mikroorganisme. Walaupun beberapa organisme yang virulen dapat menghancurkan leukosit (Robbins & Kumar, 1995).
2.      Radang kronis
Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang (berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan. Perbedaannya dengan radang akut, radang akut ditandai dengan perubahan vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan perbaikan (meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis) (Mitchell & Cotran, 2003).
Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul menyusul radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan radang akut menjadi radang kronik berlangsung bila respon radang akut tidak dapat reda, disebabkan agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan pada proses penyembuhan normal. Ada kalanya radang kronik sejak awal merupakan proses primer. Sering penyebab jejas memiliki toksisitas rendah dibandingkan dengan penyebab yang menimbulkan radang akut. Terdapat 3 kelompok besar yang menjadi penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu (seperti basil tuberkel, Treponema palidum, dan jamur-jamur tertentu), kontak lama dengan bahan yang tidak dapat hancur (misalnya silika), penyakit autoimun. Bila suatu radang berlangsung lebih lama dari 4 atau 6 minggu disebut kronik. Tetapi karena banyak kebergantungan respon efektif tuan rumah dan sifat alami jejas, maka batasan waktu tidak banyak artinya. Pembedaan antara radang akut dan kronik sebaiknya berdasarkan pola morfologi reaksi (Robbins & Kumar, 1995).
b.      Berdasarkan Perubahan Jaringan atau Mikroskopis
1.      Radang Eksudatif
Pada radang eksudatif, sebagian besar didominasi oleh eksudat radang, jaringan mati hanya sedikit. Ada dua macam eksudat radang yaitu eksudat selular dan eksudat humoral. Berdasarkan eksudat selularnya, radang dibagi menjadi radang akut, radang subakut, dan radang kronis. Pada radang akut, sel yang terutama dijumpai adalah PMN (Sel Polimorfonuklear) neutrofil, sedangkan limfosit dan monosit sedikit. Pada radang subakut yang banyak adalah sel PMN eosinofil, sedangkan jumlah limfosit dan monosit bertambah banyak. Pada radang kronis, yang paling banyak dijumpai adalah sel limfosit dan monosit. Kadang dijumpai sel plasma dan sel PMN sedikit.

2.      Radang Degeneratif
Sebagian besar gambaran mikroskopisnya terdiri atas jaringan nekrosis dengan sedikit sel radang misalnya pada difteri, yang mengandung kuman pada tonsil tetapi mengeluarkan eksotoksin yang dapat menyebabkan radang pada jantung. Jika sampai menimbulkan kematian, dalam jaringan otot jantung akan ditemukan jaringan nekrosis di beberapa bagian.
3.      Radang Proliferatif
Secara mikroskopis, selain dijumpai eksudat, radang juga terdiri atas jaringan yang dapat berproliferatifa. Jadi, di sini akan terlihat pertumbuhan jaringan sehingga akan membentuk tonjolan. Karena ada eksudat radang dan proliferasi jaringan, gambaranya hampir sama dengan jaringan granulasi. Jaringan granulasi yang berlebihan akan membentuk suatu tonjolan yang disebut granuloma yaitu suatu masa seperti tumor yang tersir atas jaringan granulasi. Karena ada pertumbuhan jaringan granulasi, disebut radang granulomatosa. Radang ini memberikan gambaran yang spesifik dan dapat dijumpai pada tuberkulosis, sifilis, lepra, sarkoidosis, limfogranuloma inguinal, brucellosis, dan aktinomikosis.
c.       Berdasarkan Eksudat Humoralnya
1.         Radang Katarhalis
Eksudat merupakan eksudat jernih berupa lender, dijumpai pada alat tubuh yang memproduksi lender, seperti nasofaring, paru, traktus intestinalis, dan rahim, misalnya pada pilek dan kolera.
2.         Radang Fibrinosa
Eksudat sebagian besar terdiri atas fibrin, biasanya sel radang hanya sedikit. Akan tetapi ada juga penyakit dengan gambaran mikroskopis eksudat terdiri fibrin tetapi banyak mengandung PMN, misalnya pneumonia lobaris. Pada penyakit ini, pleuranya sering ikut meradang. Keadaan demikian dinamakan pleuritis sika (kuning).
3.      Radang Serosa
Eksudatnya Nampak serosa dan jernih. Fibrinnya sedikit sekali, tetap cair dan sering cairan itu harus disedot. Dapat dijumpai misalnya pada tuberculosis yang akan menyebabkan pleuritis eksudatnya.
4.      Radang Purulenta
Eksudat sebagian besar terdiri atas nanah, dijumpai pada bisul dan bronkopneumonia atau pneumonia lobularis. Pada pneumonia lobularis, walaupun ada PMN neutrofil yang hidup dan mati, juga ada kuman, tetapi ridak menimbulkan nanah atau radang purulenta, karena tidak ada jaringan mati atau nekrosis.
Sebaliknya, pada pneumonia lobularis salain ada PMN dan fibrin, juga ada jaringan nekrotik sehingga ada nanah. Akibatnya, penyembuhan pada pneumonia lobularis dapat terjadi dengan sempurna tanpa cacat, meskipun selalu ada jaringan parut.
5.      Radang Haemorrhagik
Pada radang ini eksudatnya berwarna merah karena banyak mengandung eritrosit, biasanya banyak terjadi kerusakan jaringan sehingga akan dibentuk kapiler dan saluran limfe baru. Namun jika radang sudah mereda atau sembuh, kapiler akan menyempit dan menghilang kembali.
6.      Radang Pseudomembranosa
Radang ini tampak karakteristik dengan adanya pembentukan membrane palsu yang terbentuk dari bekuan fibrin, epitel nekrotik, dan sel leukosit mati. Radang ini hanya dijumpai pada permukaan mukosa, misalnya faring, laring, trakea, bronkus dan traktus intestinalis, akibat adanya suatu gen atau iritan yang kuat misalnya kuman difteri. Pada radang ini akan akan terjadi nekrosis dan kemudian membeku sehingga permukaan jaringan radang akan dilapisi oleh lapisan yang nekrosis berwarna putih keabu-abuan. Selaput ini disebut pseudomembran.

d.      Berdasarkan Lokasinya
1.      Abses
Abses adalah radang bernanah yang berkumpul pada suatu tempat dalam tubuh sehingga nanah itu berada dalam rongga yang secara anatomis tidak ada. Jika dijumpai nanah dalam rongga tubuh yang secara anatomis sudah ada, disebut empiemia, misalnya epiemia peritonni, empimia perikardii, dan sering adalah empymia thiracii. Kumpulan nanah dalam rongga toraks disebut empimia saja.
2.      Phlegmon atau Selulitis
Phlegmon merupakan radang purulenta atau supuratif yang menjalar rata diseluruh bagian tubuh, misalnya apendisitis akut flegmonosa. Selulitis merupakan suatu radang akut yang dijumpai pada jaringan penyambung jarang, tersebar merata dan luas serta sering ada di bawah kulit tanpa pembentukan nanah. Ada beberapa penulis yang menganggap selulitis sama dengan phlegmon dan memberikan definisi sebagai berikut : phlegmon adalah radang akut yang tersebar merata di dalam jaringan beranyaman jarang yang mnungkin disertai dengan pembentukan nanah.
Ulkus atau tukak adalah suatu defek local dari suatu permukaan organ atau jaringan tubuh yang disebabkan karena adanya jaringan nekrotik dari suatu radang yang tercurah keluar. Ulserasi hanya dapat terjadi jika radang kronis itu dapat keluar atau dekat dengan permukaan sehingga dapat ditembus. Ulkus terjadi jika sebagian permukaan jaringan menghilang sehingga jaringan disekitarnya meradang. Jaringan yang nekrosis ini dapat disebabkan karena toksin ataupun penyumbatan kapiler akibat radang.
Ulkus sering dijumpai pada keadaan :
·         Ada fokus radang nekrotik pada mukosa mulut, lambung, dan usus.
·         Radang subkutaneus dari anggota gerak bawah pada penderita lanjut usia dengan gangguan sirkulasi yang merupakan factor predisposisi untuk terjadinya nekrosis yang luas.
·         Pada leher rahim, dalam mulut (ulkus dekubitalis), lambung (ulkus peptikum), dan kulit (borok)

Penyembuhan
A.    Pemulihan Jaringan
Pemulihan jaringan merupakan proses akhir dari suatu radang menuju penyembuhan, sedangkan penyembuhan merupakan proses atau cara memperbaiki jaringan yang rusak.
Sel yang menggantikan jaringan yang rusak berasal dari 2 sumber. Yaitu :
1.      Jaringan Parenkim
2.      Jaringan stroma
Proses penyembuhan dari sel parenkim terjadi dengan mengganti sel yang rusak dengan sel yang baru dan sama, sehingga fungsi tubuh dan jaringan akan pulih kembali dengan sempurna. Penyembuhan yang demikian disebut regenerasi. Sedangkan untuk jaringan storma sel atau jaringan yang rusak akan diganti dengan jaringan ikat. Proses demikian disebut organisasi. Pada organisasi akan terbentuk jaringan granulasi yang kemudian akan terbentuk jaringan ikat.
Sel parenkim dibedakan menjadi :
·         sel labil
merupakan sel yang memang pada saat tertentu mengalami mikrosis tetapi akan mengalami pembaharusan yang terjadi secara periodik dan sel akan diganti dengan sel yang sama melalui suatu proses yang disebut regenerasi fisiologis
·         sel stabil
adalah sel parenkim yang terdapat dalam sel kelenjar dalam tubuh termasuk hati, pankrean, kelenjar edndokrin, sel tubulus ginjal, dan kelenjar pada kulit.
·         sel permanen
Pada regenerasi sel labil atau stabil akan terjadi perubahan dimana sel dewasa akan berubah menjadi sel muda atau embrional yang dapat berkembangbiak
B.     Faktor-faktor Penghambat Penyembuhan
1.      Faktor Umum
a.       Umur
Biasanya penyembuhan lebih lambat pada lanjut usia. Munkin disebabkan karena kurangnya supply darah pada orang yang sudah tua.
b.      Diet
Pada saat orang sedikit makan protein menyebabkan kadar protein dalam darah sangat rendah. Keadaan ini menyebabkan luka sukar sembuh dan menyebakan luka semakin parah. Zat yang penting yaitu suatu zat yang disebut methionin. Zat ini akan membuat tubuh dapat membuat zat protein secara lebih efisien.
c.       Vitamin
Misalnya Vit.C, merupakan zat yang sangat berguna untuk pembentukan asam hialuron yang merupakan zat perekat antar jaringan ang sangat penting.
d.      Hormon
Misalnya kortison. Pemberian kortison pada radang dapat menyebabkan gangguan pada mekanisme perubahan pembuluh darah, menyebabkan pembentukan eksudat radang yang sedikit sekali atau terhambat.
2.      Faktor Lokal
a.       Suplai darah
Kekurangan darah juga dapat menyebabkan tubuh kekurangan zat yang sangat dibutuhkan misalnya vitamin dan oksigen. Hal ini sendiri akan menyebakan terhambatnya proses penyembuhan.
b.      Benda asing
Karena benda asing ini merupakan suatu rangsangan pada jaringan yang tetap akan memelihara adanya radang
c.       Pergerakan jaringan
Misalnya patah tulang. Jika kedua benda ini tetap ada gerakan, penyembuhan akan terhambat.
d.      Besarnya kerusakan jaringan
Jika ada kerusakan total dari suatu organ biasanya tidak dapat diperbaiki dengan sempurna.
e.       Jenis jaringan
Kerusakan pada jaringan tubuh (sel stabil dan sel labil) akan sembuh dengan sempurna, tetapi pada sel permanen penyembuhannya terjadi sebaliknya.


Regenerasi dan Organisasi
Proses penyembuhan dapat terjadi secara regenerasi dan organisasi. Proses organisasi pada luka, baik yang disebabkan oleh trauma, radang, atau nekrosis, maupun yang disebabkan oleh benda asing pada dasarnya sama. Perbedaan hanya tergantung pada besarnya kerusakan jaringan tersebut.

1 komentar:

  1. wahhh ini berguna banget buat bahan logbook .admin boleh minta dapusnya gak yang lengkap ? :D makasih sebelumnya

    BalasHapus